BUDAYA ALAM MINANGKABAU. (BAM)
SMA NEGERI 1 KECAMATAN GUGUAK
KABUPATEN LIMA PULUH KOTA
KELAS XI SEMESTER. I
SK: Mengenal, memahami, menghayati dan mengklasifikasikan pengertian arti dan makna budaya, kelarasan, kepemimpinan, rumah gadang dan pasambahan di minangkabau.
KD:
1. BUDAYA.
A. PENGERTIAN.
Untuk memahami dan menghayati tatanan nilai budaya Minangkabau yang memiliki ciri khas tersendiri dengan sistim adat istiadat yang berkembang dalam kerangka sistim kekerabatan yang dikenal dengan Matrilinial, terlebih dulu kita harus mempelajarai dan memahami pengertian Budaya secara umum. Dengan demikian mempelajari dan memahami akan pengertian dan makna budaya dapat mengantarkan kita untuk mengenal, memahami dan menghayati tatanan nilai budaya dan adat istiadat Minangkabau.
Budaya merupakan perkembangan majemuk dari kata budi dan daya, yang berarti daya dan budi. Dengan demikian budaya merupakan daya, kemampuan, kekuatan dari budi seseorang atau sesuatu dorongan yang berasal dari dalam diri tentang sesuatu yang berharga dan bermakna bagi kehidupan manusia. Sehingga Budaya yang merupakan kekuatan dari dalam itu akan melahirkan cipta, rasa dan karsa manusia, yang kemudian disebut dengan kebudayaan.
Kebudayaan adalah hasil cipta rasa dan karsa manusia, yang merupakan hasil dari proses adanya dorongan kekuatan budi dari dalam diri seseorang (hasil dari budaya). Sebagai suatu kebudayaan maka cipta, rasa dan karsa yang dimiliki manusia akan dipengaruhi nilai instrinsik dan ekstrinsik dari manusia itu sendiri, sehingga budaya yang kemungkinan tidak sesuai dengan perkembangan nilai yang ada dalam diri seseorang maupun nilai yang berkembang ditengah lingkungan manusia itu sendiri akan merubah dari nilai-nilai yang lama kepada sesuatu yang baru dan dipandang baik oleh manusia. Terjadinya perubahan-perubahan pada nilai-nilai kehidupan manusia akan melahirkan berbagai kebudayaan baik hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia, sehingga daya cipta, rasa dan karsa manusia itupun berkembang sedemikian rupa.
Secara etimologi kebudayaan berasal dari bahasa Sangsekerta yaitu Buddayah yang merupakan bentuk jamak dari kata “budhi” yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan diartikan dengan hal-hal yang menyangkut akan budi dan akal, sehingga lahir kebenaran, kejujuran dan ketulusan.
Disamping pengertian budaya secara umum kita harus memahami pengertian adat. Menurut istilah yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Sesuatu yang dilakukan secara berulang ulang atau terus menerus secara sadar maupun tidak sadar hal tersebut merupakan kebiasaan yang menunjukan ciri khas dan watak seseorang manusia yang mendiami suatu wilayah tertentu.
Adanya suatu wilayah daerah tertentu yang didiami oleh manusia dengan ciri khas tersendiri dalam ruang lingkup yang paling kecil disebut dengan Nagari di Minagkabau. Ciri khas yang menarik perhatian banyak orang itu adalah sistim ketuturan atau sistim kekerabatan yang mengambil garis keturunan seseorang dari garis keturunan Ibu yang dikenal dengan sistim materilinial. Pengambilan garis keturunan dalam sistim materilinal di Minangkabau bersumberkan pada pemahaman adat istiadat yang berintikan adanya nilai-nilai alamiah dan nilai pemahaman filosofi adat alam takambang jadi guru.
Untuk lebih memahami pengertian kebudayaan dibawah ini kita sajikan pendapat dari beberapa orang yang satu sama lain mengungkapkan argumentasi yang melahirka adanya persamaan disamping adanya perbedaan.
1. L.A.Martin menyatakan kebudayaan adalah keseluruhan tingkah laku dan aktifitas manusia dalam masyarakat.
2. Eb.Tylor, kebudayaan adalah, kompleksitas yang mencakup, pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan dan kebiasaan manusia yang didapatkan dalam masyarakat.
3. Koentjaraningrat menyatakan kebudayaan adalah keseluruhan sistim gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Persamaan terlihat dari adanya sikap, tindakan, tingkah laku, dan juga disebut adanya kebiasaan dalam masyarakat yang sudah lama dan itu memiliki nilai tersendiri bagi masyarakat itu sendiri yang sulit untuk dirubah atau ditinggalkan begitu saja. Sedangkan perbedaan dari ketiga pendapat tersebut terlihat dari beberapa hal.
Perbedaannya terlihat yang pertama dari ruang lingkup dan cara mereka mengemukakan pendapat. L.A.Martin melihat bahwa kebudayaan itu adalah keseluruhan tingkah laku dalam masyarakat, sementara itu Eb.Tylor mengungkapkan bahwa kebudayaan mencakup komleksitas dari beberapa hal yaitu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kebiasaan manusia dalam masyarakat, sedangkan Koentjaraningrat mempersempit ruang lingkupnya lagi dengan menyatakan keseluruhan sistim gagasan, hasil karya yang menyangkut dengan manusia yang dapat dijadikan milik manusia untuk belajar.
Kedua perbedaannya terlihat adanya klasifikasi atau pembagian tentang sikap dan prilaku manusia. L.A.Martin tidak membagi nagi sikap dan tingkah laku, sedangkan EB.Tylior membagi-bagi sikap dan tingkah laku secara komplek, sementara itu Koentjaraningrat membaginya kepada beberapa hal saja namun terkait dengan masalah belajar.
B. WUJUD KEBUDAYAAN.
Sesuatu yang ada dan tampak oleh mata kepala kita manusia pada dasarnya memiliki arti tersirat dan bermakna dalam kehidupan manusia sebagai sesuatu yang diharapkan akan hasilnya. Begitupun dengan kebudayaan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri ada wujudnya yang bersifat ideal abstrak dan ada wujudnya yang bersifat ideal kongrit.
Wujud ideal kebudayaan yang bersifat abstrak, tidak dapat diraba dan dilihat oleh mata secara telanjang dia hanya berupa gagasan, keyakinan, keinginan, ide-ide, yang bersarang dalam diri manusia karena manusia itu hidup dan ingin mempertahankan kehidupannya. Sedangkan wujud kebudayaan yang bersifat ideal kongrit dapat diraba dan dilihat oleh mata kepala manusia seperti; karangan karya tulis, buku, Kitab Hukum, Undang-Undang, Gedung dan Keterampilan yang sangat komplek dan beragam ditengah kehidupan manusia, ada dalam bentuk karya tulis, keterampilan, tukang, pertanian, perdagangan, kesenian dan lain sebagainya.
Adat merupakan wujud ideal dari kebudayaan karena adat adalah kebiasaan dari tata kelakuan manusia baik perorangan maupun kelompok, yang dalam bentuk jamak disebut dengan adat istiadat, yang juga memiliki berbagai bentuk dan cara bagaimana kebiasaan sikap dan tingkah laku itu dilakukan dengan aturan yang telah dipahami dalam masyarakat dalam suatu wilayah nagari tertentu. Sedangkan kebudayaan merupakan keseluruhan dari adat istiadat yang berlaku diseluruh nagari baik dalam bentuk abstrak maupun dalam bentuk kongrit. Dengan demikian ruang lingkup budaya lebih luas dari adat. Dilihat dari proses lahirnya adat maka adat merupakan bagian wujud ideal dari kebudayaan.
Disamping itu ada gambaran tentang pengertian wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas akktivitas kelakuan terpola dari manusia dalam masyarakat dan ada lagi wujud kebudayaan itu sebagai suatu hasil berupa benda-benda hasil karya manusia yang memiliki nilai,arti dan makna bagi kehidupan manusia.
Untuk memahami wujud budaya abstrak dan kongrit dibawah ini kita paparkan bagan proses lahirnya budaya kongrit yang berawal dari budaya abstrak yang ada dalam diri manusia.
Bagan budaya abstrak dan kongrit:
![](file:///C:/DOCUME%7E1/ADMINI%7E1/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/ADMINI%7E1/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.gif)
![]() |
Budaya abstrak akan melahirkan budaya kongrit baik dalam bentuk sikap prilaku amupun dalam bentuk dari hasil sikap/prilaku manusia itu sendiri. Dalam bentuk sikap prilaku disebut juga dengan istilah keterampilan antara lain pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, perdagangan, tukang, kerawitan, ukir, menulis dan sebegainya. Disamping itu akan lahir hasil dari sikap prilaku manusia tersebut antara lain berupa, buku, novel, gambar, ukiran, gedung, toko, getah, sawit, gambir, ikan, ayam, telor ayam, kerbau, sapi itik dan sebagainya.
C. ADAT DITINJAU DARI BEBERAPA SUDUT PANDANG.
Adat sebagai suatu sikap dan tingkah laku yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari memiliki arti yang sangat dalam karena bukan hanya sebagai suatu kebiasaan saja melainkan melahirkan suatu keharusan, melahirkan hak dan kewajiban dalam bermasyarakat.
Beragamnya corak adat istiadat yang dilakukan oleh manusia yang dilatarbelakangi oleh argumentasi yang berbeda-beda serta didasari oleh nilai-nilai religi, keyakinan, dan keharusan dalam melakukannya, maka adat dapat kita tinjau dari bebrapa sudut pandang.
1. Adat menurut istilah bahasa adalah kebiasaan, yaitu suatu pola sikap dan tingkah laku manusia yang telah terbiasa melakukan sesuatu dalam menjalani hidup dan kehidupan.
2. Adat ditinjau dari segi Yuridis adalah Norma. Yaitu aturan aturan tentang pola sikap dan tingkah laku manusia yang harus dipatuhi dan ditaati serta memiliki suatu sangsi dan hukuman bagi pelanggarnya.
3. Adat ditinjau dari segi Historis adalah Sejarah. Yaitu sejarah manusia, sejarah tentang ide-ide, nilai, dan norma yang hidup bersamaan dengan kehidupan manusia.
4. Adat ditinjau dari syara’. Dalam kitab usul fiqih ditemukan ” Al’aslu pil adatil afwa, hatta takunu yakti halal wa haram”. Asal usul adat dibolehkan, sehingga datang aturan yang menghalalkan dan mengharamkan.
D. FILOSOFI ADAT MINANGKABAU.
Banyaknya filosofi adat di Minangkabau yang mengandung arti dan makna bagi perkembangan kehidupan manusia dan dapat dijadikan patokan dalam menentukan arah tujuan suatu kebijakan yang dirumuskan oleh manusia itu sendiri, maka perlu rasanya kita masyarakat Minangkabau untuk mewariskannya satu persatu akan arti dan makna dari berbagai filosofi adat itu sendiri. Bila tidak kita masyarakat, terutama generasi muda akan kehilangan pegangan dan tidak tahu terhadap apa yang mereka ungkapkan dan mereka banggakan dengan tumpah darah mereka sendiri.
Untuk itu dibawah ini kita ungkapkan beberapa istilah filosofi adat yang sering diungkapkan dalam kehidupan sehari-hari, mungkin karena sangat urgensi dan menjadi sumber tatanan nilai kehidupan yang tidak dapat ditinggalkan oleh manusianya karena sudah berurat berakar dan diyakini mampu melahirkan kehidupan manusia dan masyarakat Minagkabau yang tentram, nyaman dan bahagia.
1. Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Maksudnya adat Minangkabau adalah adat yang bersendikan atau mempedomani ajaran agama Islam, dan Ajaran Agama Islam bersendikan atau bersumberkan kepada Kitabullah Al Qur’an. Maka dalam maksud tersebut terkandung makna:
a. Orang Minangkabau adalah orang yang beragama Islam
b. Norma Adat Minangkabau tidak bertentangan dengan Islam
c. Adat Minangkabau adalah wujud kebudayaan yang sesuai dengan agama Islam
d. Ajaran agama Islam berpedoman kepada Al Qur’an
e. Agama Islam adalah Agama yang diredhai Allah SWT
f. Ajaran Islam berpedoman kepada ayat-ayat Allah.
Filosofi tersebut lahir setelah terjadinya peristiwa dibukik Marapalam, yaitu perselisihan antara orang syara’ dengan orang adat, yang pada akhirnya orang adat membenarkan apa yang disampaikan oleh orang yang beragama Islam.
2. Soko Salingka Suku, Adat Salingka Nagari.
Maksudnya Sako Salingka suku adalah gelar pusako seperti Dt. Marajo disuku Caniago, hanya akan dapat digantikan oleh kaumnnya dalam pasukuan Caniago tersebut dan tidak akan mungkin pindah kesuku lain, sebab sifat sako tetap atau gelar pusako tersebut turun temurun dari Ninak Kepada Mamak dari Mamak Kepada Kemenakan begitu seterusnya dalam garis keturunan Ibu (sistim Matrilinial). Sedangkan Adat Salingka Nagari adalah adat istiadat dalam suatu masyarakat daerah tertentu belum tentu sama dengan daerah lain artinya adat istiadat suatu daerah berbeda dengan daerah lain, sehingga lahirlah ungkapan ” lain lubuak lain ikannyo, lain padang lain bilalangnyo, lain Nagari lain adatnyo”.
3. Filosfi ukua jangko panghulu/ baban nan salapan.
Panghulu Nan Gadang Basah Batuah,
Nan ibarat Baringin Ditangah Koto.
Baurek limbago matan,
Babatang sandi andiko,
Badahan cupak jo gantang
Bacapang adat jo pusako.
Barantiang barih jo balobeh
Badaun rimbun dek adat
Babungo mungkin jo patuik
Babuah jo aka budi lahia kato nan bana
4. Suntiang Nan Salapan
Bundo Kanduang.......
Limpapeh Rumah Nan Gadang
Sumarak Anjuang Nan Tinggi
Ombun Puro Bilak Nan Dalam
Anak Kunci Rangkiang Bapereng
Acang-acang Dalam Nagari
Rang Mudo Salendang Dunia
Kaunduang-unduang ka Madinah
Kapayuang Panji ka Sarugo
2. KELARASAN
Kelarasan adalah suatu sistim pemerintahan adat di Minangkabau yang menggambarkan bentuk pemerintahan dengan pelaksanaan pemerintahan serta cara bagaimana lahirnya pemerintahan tersebut. Dengan memahami berbagai pandangan dari masyarakat Minangkabau tentang maksud dari Kelarasan yang berasal dari kata Laras, maka terkandung makna:
1. Pemerintahan adat
2. Pemimpin adat
3. Wilayah / daerah adat
Artinya pemerintahan adat adalah adanya sistim kelarasan koto piliang
dengan kelarasan bodi caniago sama berjalan dalam mewujudkan kehidupan masyarakat adat Minangkabau, yang mengakui adanya sistim demokrasi dan aturan hukum yang berlaku, sehingga melahirkan apa yang dikenal dengan ” Tali tigo sapilin dan Tungku tigo sajarangan” inilah sistim yang dipakai oleh orang Minangkabau sejak dahulu sampai sekarang. Pemerintahan adat di Minangkabau memodifikasi nilai adat, syarak dan undang yang berjalan dalam kehidupan masyarakat.
Pemerintahan adat dijalankan oleh orang yang disebut dengan ” Urang Nan Ompek Jinih dan Jinih Nan Ompek”. Bila kita pilah arti pemerintah dengan adat maka akan lahirlah pemimpin yang dikenal dengan ” Tungku Tigo Sajarangan dan Tali Tigo Sapilin”, yaitu Panghulu, Alim Ulama dan Codiak pandai/Pemerintah itu sendiri.
Wlayah dari pemerintahan adat yang dipegang oleh tungku tigo sajarangan tersebut jelas memiliki ruang-ruang tersendiri, namun saling keterkaitan antara satu dengan yang lain. Panghulu wilayah ranahnya adalah bidang adat, Alim ulama bidang syarak dan Pemerintahan bidang undang.
Pada hakekatnya Kelarasan adalah bentuk dan sistim pemerintahan, yang memaparkan bagaimana cara orang Minangkabau melakukan pemerintahan dalam Nagari, dengan ciri khas tersendiri yang dikenal dengan dua (2) sistim, yaitu; Sistim Kelarasan Koto Piliang dan Sistim Kelarasan Bodi Caniago.
Kedua sistim pemerintahan inilah yang melahirkan Nagari di Minangkabau. Sistim pemerintahan tersebut telah mewujudkan wilayah nagari dengan anak nagarinya menjadi suatu kesatuan yang saling keterkaitan, nagari sebagai suatu wilayah tempat kelahiran dan tempat tinggal yang tentram dan damai dengan masyarakatnya yang adil dan makmur, dengan segala aktifitas masyarakat yang komplek dengan berbagai komunitas kegiatan dari anak nagari namun berada dalam suatu naungan masyarakat yang tunduk pada aturan adat Minangkabau.
Dalam kedua sistim kelarasan tersebut tergambar nilai-nilai dan norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Minangkabau, dimana antara keduanya saling terkait dan menunjang pelaksanaan adat dan pemerintahan dalam rangka mewujudkan suatu kehidupan masyarakat yang adil dan makmur.
![]() |
1. Sistim Kelarasan Bodi Caniago.
Sistim Kelarasan Bodi Caniago adalah suatu sistim pemerintahan adat di Minangkabau yang mengakui akan harkat dan martabat manusia yang sama. Berarti pemerintahan adat mengakui bahwa manusia memiliki harkat dan martabat yang sama, dan harus diperlakukan secara adil dan benar tampa membeda-bedakan seseorang, ” duduak samo rondah , togak samo tinggi, duduak sahamparan dan togak sapamatang” .
Bodi Caniago terdiri dari dua kata yaitu Bodi dan Caniago. Kata Bodi berasal dari kata Budi yaitu suatu nilai yang paling dalam berada dalam diri manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Sedangkan kata Caniago menurut warih dan tutur orang Minangkabau adalah Mega, yaitu suatu sinar yang memancarkan cahaya yang dapat meneranggi kehidupan. Sehingga dikenallah bahwa Bodi Caniago adalah budi yang bermega-mega, bersinar, bercahaya yang selalu menerangi kehidupan manusia dengan wujudnya yang dapat terlihat pada sikap dan tingkah laku manusia itu sendiri.
Untuk mewujudkan pengetian dan makna yang terkandung dalam kelarasan Bodi Caniago tersebut mulai dari penyusunan rancangan sampai pada pelaksanaan pemerintahan dilakukan dengan musyawarah mufakad, antara pemimpin dengan kaumnya tampa membeda-bedakan keberadaan manusia karena manusia diakui memiliki harkat yang sama, sebagaimana tergambar dalam filosofi adat; “ duduak samo rondah, togak samo tinggi, duduak sahamparan togak sapamatang”.
Pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia sama didalam kelarasan Bodi Caniago terkandung pula makna bahwa pemimpin itu hanya didahulukan selangkah dan dtinggikan seranting dengan kaum yang dipimpinnya. Sedangkan bentuk kebijakan dan segala sesuatunya yang dilaksanakan haruslah dengan mengikutsertakan kaumnya, melalui musyawarah mufakad yang dikenal dengan istilah; “ duduak sorang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang”. Artinya manusia tidak sendirian, manusia bukan mambasuik dari bumi dan tidak titiak dari langik, tapi adanya karena diadakan dan saling keterkaitan/ketergantungan antara satu dengan lainnya. Dan belum ada suatu persoalan yang tidak ada jalan keluarnya bila dimusyawarahkan secara bersama; “ alun ado kususik nan tak salasai, alun ado karuah nan tak kajoniah”.
Berkumpulnya orang Minangkabau untuk melakukan musyawarah mufakad itulah yang mengambarkan nilai budaya demokrasi dengan segala bentuk perwujudannya, yang terungkap dalam filosofi adat:
“ Putuih rundiang dek sakato
Rancak rundiang disepakati
Dilahia olah samo nyato
Dibathin samo di hati”.
Jadi benar tampaklah bahwa kesepakatan adalah merupakan raja dalam musyawarah, bila semua orang sudah sepakat mengatakan sesuatu itu untuk dilaksanakan maka tidak seorangpun dapat membantah.
Pelaksanaan musyawarah mufakad itu dihadiri oleh seluruh kaum, inilah yang disebut dengan demokrasi langsung. Disamping ada anggota kaum yang berhalangan tidak dapat hadir dengan memberi alasan menurut adat kepada sidang kerapatan maka hal ini menunjukan adanya demokrasi tidak langsung. Sisitim musyawarah tersebutlah yang melahirkan mufakad, karena dilakukan secara bersama-sama, membicarakan segala sesuatu dengan akal budi manusia secara menyeluruh, “ mangaruak sahabih gauang, mahawai sahabih raso”. Demikian filosofi adat yang menunjukan bahwa untuk mencapai mufakad manusia menggali pemikiran sedalam-dalamnya dan mengemukakan segala sesuatu yang mereka rasakan sebelum mengambil keputusan. Sehingga keputusan itu benar-benar diyakini benar dan dikenal oleh seluruh kaumnnya, maka inilah yang disebut dengan; “ Bulek indak basagi, picak indak basandiang, bulek lah dapek digolongkan, picak lah dapek dilayangkan”.
Kelarasan Bodi Caniago ini digagas oleh Dt.Parpatiah Nan Sabatang, yang merupakan saudara seibu dari Dt.Katumanggungan tapi berbeda ayah. Ayah Dt.Parpatiah Nan Sabatang Cati Bilang Pandai, sedangkan ayah Dt.Katumanggungan adalah Dt.Sri Maharaja Diraja.
Jelas bahwa pelaksanaan pemerintahan menurut sistim kelarasan Bodi Caniago adalah melaksanakan pemerintahan demokrasi dengan sistim musyawarah mufakad. Kelarasan Bodi Caniago melaksanakan pemerintahan dengan mengikutsertakan kaumnya (rakyat) “ duduak sorang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang”. dan dalam menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan dilakukan dengan musyawarah mufakad, sehingga disebut dalam filosofi adat bahwa sistim kelarasan Bodi Caniago;
“Tuah dek sakato
Cilako dek basilang
Putuih rundiang dek sakato
Rancak rundiang disepakati
Dilahia olah samao nyato
Dibathin samo dihati
Talatak suatu ditampeknyo
Didalam cupak dengan gantang
Dilingkuang barih jo balabeh
Nan dimakan mungkin nan jo patuik
Dalam kanduangan adat jo pusako ”.
Segala sesuatu kebijakan yang dibuat dan dirumuskan oleh pemimpin (Panghulu) merupakan keinginan dari kaumnya, dan disepakati secara bersama-sama, sehingga kaumnya benar-benar menghormati dan menghargai para pemimpin (Panghulu). Hal tersebut tergambar dalam filosofi adat:
”Kamanakan barajo kamamak
Mamak barajo ka Panghulu
Panghulu barajo kamufakad
Mufakad barajo kanan bana”.
Dengan demikian semakin jelas bahwa pemerintahan di Minangkabau menganut pemerintahan yang demokrasi (Mufakad). Dan cara pengambilan keputusan dilakukan dengan musyawarah;
”Putuih rundiang dek sakato
Rancak rundiang dispakati
Basilang kayu dalam tungku
Disinan nasi mako masak”
Sehingga muaranya adalah terletak sesuatu pada tempatnya. Ukuran terletaknya sesuatu pada tempatnya adalah ” alua mungkin nan jo patuik”. ”Alua adalah hukum atau ketentuan, mungkin berarti dapat dilakukan, patuik adalah kepantasan atau kewajaran”.
Perhatikan bagan sistim kelarasan Bodi Caniago yang menggambarkan pemerintahan yang demokrasi dengan sistim pemerintahan Musyawarah Mufakad.
![]() | |||||
| |||||
![]() | |||||
| |||||
![Right Arrow: Sistim](file:///C:/DOCUME%7E1/ADMINI%7E1/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image007.gif)
|
2. Sistim Kelarasan Koto Piliang.
Kelarasan Koto Piliang adalah sistim pemerintahan adat di Minangkabau yang berdasarkan pada hukum (alua), yaitu adanya aturan dan ketentuan hukum yang dipakai.
Pemahaman terhadap pengertian Koto adalah wilayah tempat tinggal manusia yang telah memiliki aturan yang tersusun dan disepakati oleh manusia yang mendiami wilayah tersebut untuk dijalankan dan dipatuhi oleh manusia yang mendiami wialayah itu. Sedangkan Piliang menurut selogan orang Minagkabau adalah garis harus ditatak/ dilobangi, sehingga pelaksanaan pemerintahan Koto Piliang dapat mewujudkan keadilan dan kebenaran. Juga ada yang mengunggapkan bahwa Koto adalah Kato/kata, dan Piliang adalah Pilihan jadi Koto Piliang adalah Kata Pilihan.
Dalam filosofi adat sistim kelarasan Koto Piliang yang berdasarkan pada hukum (alua) tersebut adalah:
”Nan babarih nan bapaek
Nan baukua nan bakabuang
Curiang barih dapek diliek
Cupak panuah gantang mambubuang”.
Berarti kelarasan Koto Piliang melaksanakan pemerintahan menurut barih, ukua (Peraturan, Ketentuan) yang telah disepakati untuk dilaksanakan. Barih itu harus dipaek artinya pemerintahan melaksanakan aturan, dan aturan itu dapat dilihat kebenarannya. Aturan itu tidak boleh dilanggar, cupak panuah gantang mambubuang begitulah ungkapan adatnya.
Kelarasan Koto Piliang melaksanakan pemerintahan mempedomani ukuran, aturan dan ketentuan hukum (alua) di Minangkabau. Ukuran (alua) itu dikenal dengan Undang, Cupak dan Gantang, yaitu suatu ukuran tentang sikap dan tingkah laku yang baik dan disenangi oleh manusia dan juga ukuran adanya tingkah laku yang tidak baik dan tidak disenangi oleh manusia atau dikebenci oleh manusia.
Cupak dan gantang adalah merupakan suatu ukuran yang harus diikuti oleh orang Minangkabau dalam melakukan aktivitas hidup dan kehidupannya yang tidak dapat dikurangi dan dilebihi, ” cupaknyo panuah gantangnyo mambubuang”. Cupak tak dapek dikurangi gantang tak dapek dilabihi.
Oleh karena pelaksanaan sistim kelarasan Koto Piliang berdasarkan pada hukum (alua), cupak jo gantang yang sudah ada, sehingga pemimpin menurut kelarasan Koto Piliang memiliki ketegasan yang nyata ” curiang barih dapek diliek, cupak panuah gantang mambubuang ”.
Ditengah kehidupan manusia di Minangkabau cupak dan gantang itu merupakan alat ukur yang bermanfaat untuk mencari jumlah banyaknya makanan pokok, cupak dipergunakan untuk menghitung jumlah beras dan gantang dipergunakan untuk menghitung jumlah banyaknya padi. Karena itu cupak dan gantang disebut dengan pakaian yang dikasihi oleh orang Minangkabau, berisi tentang sikap dan tingkah laku yang dibenarkan.
Pelaksanaan kekuasaan berdasarkan hukum (alua) ini menempatkan manusia memiliki kedudukan yang bertingkat-tingkat dan pelaksanaan hukum tersebut juga dilaksanakan secara bertingkat-tingkat dalam pengertian bajanjang naik batanggo turun. Artinya terjadinya suatu persoalan hukum harus diselesaikan secara bijak dan benar bajanjang naik batanggo turun.
Pertama harus diselesaikan pada tingkat paling bawah yaitu pada tingkat Mamak Tungganai rumah nan gadang dari kaum itu sendiri. Apabila keputusan hukum dari Mamak Tungganai itu tidak dapat diterima oleh anggota kaum yang berselisih atau melanggar hukum tadi, maka persoalan hukum dapat dilanjutkan pada tingkat yang lebih tinggi yaitu Panghulu. Bila keputusan pada tingkat Panghulu juga tidak dapat diterima oleh salah satu anggota kaum yang berselisih (melanggar hukum), maka boleh naik banding lagi pada tingkat berikutnya yaitu tingkat Panghulu Kaampek Suku. Dan terakhir bila keputusan pada tingkat kaampek suku juga tidak dapat diterima dapat lagi diajukan pada tingkat yang lebih tinggi yaitu Panghulu Pucuak Adat. Jadi tingkatan keputusan hukum yang paling tinggi di Minangkabau adalah tingkatan Panghulu Pucuak Adat.
Suatu kebijakan dan keputusan yang diambil oleh pemimpin pada sistim Koto Piliang oleh pemimpin Pucuak Adat, dilaksanakan juga secara bertingkat, mulai dari Panghulu Pucuak kepada Kaampek Suku, terus ke Panghulu Andiko, dan dari Panghulu Andiko terus ke Mamak Tungganai, dan barulah sampai kepada kaum. Hal ini menggambarkan luasnya kekuasaan kepemimpinan pemimpin (Panghulu) di Minangkabau yang melaksanakan pemerintahan namun tidak dapat bertindak sewenang-wenang karena adanya lapisan/tingkatan yang harus dilalui, yang disebut ”batanggo turun”.
Kelarasan Koto Piliang disusun oleh Dt.Katumanggungan, yang menegaskan bahwa sistim pemerintahan berdasarkan pada hukum, sehingga pemerintahannya terlihat tegas / otoritas karena harus melaksanakan apa yang telah ada dalam alua/aturan/ dan ketentuan yang telah digariskan. Ketegasan itu telah diwarisi oleh Dt.Katumanggungan dari ayahnya Dt. Sri Maharaja Diraja sebagai seorang raja yang memiliki kekuasaan dan wibawa yang dikagumi oleh rakyat.
![]() | |||
| |||
![Right Arrow Callout: Kelarasan Koto Piliang](file:///C:/DOCUME%7E1/ADMINI%7E1/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image009.gif)
![]() | |||
| |||
| |||
Alua yang merupakan ketentuan/peraturan itu disusun secara bertingkat menurut bidang tugas dan tingkatannya dengan mempedomani kepada nilai alamiah dasar yang lengket bersamaan dengan alam nyata. Bila alua merupakan ukuran dan ketentuan itu harus dilaksanakan pada tingkat pucuak adat, maka alua tersebut harus dirumuskan secara musyawarah pada tingkat pucuak adat itu sendiri. Hal ini menggambarkan adanya demokrasi perwakilan, dimana para pemangku adat atau pemimpin dalam melaksanakan pemerintahan adat di Minangkabau bermusyawarah memutuskan ketentuan,peraturan dan hukum yang akan dilaksanakan dalam pemerintahan.
Jadi kelarasan di Minangkabau mengambarkan pelaksanaan sistim pemerintahan yang memiliki dua bentuk sistim pemerintahan yang dikenal dengan sistim kelarasan Bodi Caniago dengan sistim kelarasan Koto Piliang. Hal ini berarti pemerintahan di Minangkabau adalah pemerintahan dengan sistim demokrasi dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan pada hukum. Dimana kedua sistim berlaku diseluruh wilayah daerah Minangkabau, sehingga dikenallah dalam suatu ungkapan:
”Pisang sikalek-kalek hutan
Pisang batu nan bagatah
Bodi Caniago inyo iyokan
Koto Piliang inyo titah”.
Tugas:
1. Rumuskan tujuan sistim kelarasan Bodi Caniago.
2. Rumuskan tujuan sistim kelarasan Koto Piliang.
3. Buat bagan tentang budaya abstrak dan kongrit
4. Tulis identitas anda :
a. Nama
b. Tempat , tanggal lahir
c. Jenis kelamin
d. Suku
e. Alamat
f. Pekerjaan orang tua
RINGKASAN JAWABAN TUGAS:
1. Tujuan sistim kelarasan Bodi Caniago.
a. Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
b. Mewujudkan budi pekerti yang luhur
c. Mewujudkan manusia yang bermoral dan berakhlak mulia
d. Mewujudkan sikap dan tingkah laku manusia yang sopan dan santun
e. Mewujudkan manusia yang berbudaya
2. Tujuan sistim kelarasan Koto Piliang.
a. Mewujudkan keadilan dan kebenaran
b. Menciptakan masyarakat hukum
c. Menciptakan penyelenggara pemrintahan yang berdasarkan hukum
d. Menciptakan kekuasaan yang agung dan luas
e. Mewujudkan ketahanan Nagari/Pemerintahan tangguh dan ulet
f. Mewujudkan pemerintahan yang tidak sewenang-wenang.
3. Bagan tentang budaya abstrak dan kongrit
![](file:///C:/DOCUME%7E1/ADMINI%7E1/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/ADMINI%7E1/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.gif)
![]() |
4. Identitas :
a. Nama : ....../AB
b. Tempat , tanggal lahir : ......./Bkt , 07-10-1975.
c. Jenis kelamin : ......./Laki-Laki
d. Suku : ......./Caniago
e. Alamat : ....../Jorong Tiakar Kenagarian
Guguak VIII Koto.
f. Pekerjaan orang tua : ....../Tani.
Soal:
1. Apa makna yang terkandung dalam filosofi adat:
a. Adat basyandi syarak, Syarak basandi kitabullah
b. Soko salingka suku, adat salingka nagari
2. Jelaskan pengertian dari:
a. Kelarasan Bodi Caniago dan tulis filosofinya
b. Kelarasan Koto Piliang dan tulis filosofinya
3. Apa Tujuan:
a. Kelarasan Bodi Caniago
b. Kelarasan Koto Piliang
4. Jelaskan arti ungkapan berikut:
a. Basilang Kayu Dalam Tungku, Disinan Nasi Mako Masak
b. Bajanjang Naik, Batanggo Turun
5. Apa yang dimaksud dengan:
a. Taratak
b. Dusun
c. Koto
d. Nagari
e. Alua
f. Undang
g. Cupak.
3. KEPEMIMPINAN
1. PENGETIAN.
Kepemimpinan di Minangkabau tampak pada keberadaan bagaimana cara , sifat dan martabat pemimpin yang terpegang pada tiga orang yang dikenal dengan tali nan tigo sapilin, tungku nan tigo sajarangan, yaitu Niniak Mamak, Alim Ulama, dan Caidak Pandai/pemerintah. Niniak mamak adalah sebutan kepada pemimpin yang dituakan dalam memimpin kaum yang disebut dengan Panghulu. Seorang Panghulu dalam memimpim kaumnya memiliki perangkat, Manti, Dubalang, dan Malin. Selanjutnya dalam diri Malin terdapat unsur; Iman, Bilal dan Kotik.
Pemimpin adalah orang yang didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting dalam kaumnya. Artinya pemimpin dengan yang dipimpin tidak memiliki jurang pemisah melainkan pemimpin dengan yang dipimpin selalu dekat. Pemimpin kaum di Minangkabau dipilih berdasarkan musyawarah mufakad anggota kaum tersebut, berdasarkan nilai adat istiadat dan nilai-nilai religius/ajaran agama Islam sehingga terungkap dalam ungkapan filosofi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Kepemimpinan adalah cara, sifat, dan martabat bagaimanan pemimpin (Panghulu) melaksanakan tugasnya, dan pemimpin adalah orang yang dipilih,dibesarkan oleh kaumnya, seperti ungkapan kato pusako;
” Urang nan diamba gadang
Nan dianjuang tinggi
Kusuik nan kamanyalasai
Karuah nan kamampajinih
Takalok nan kamanjagokan
Lupo nan kamaingekan
Panjang nan kamangarek
Singkek nan kamuleh
Senteng nan kamambilai”.
Panghulu sebagai pemimpin di Minangkabau yang keberadaannya dipilih oleh anggota kaum atas musyawarah mufakad (kesepakatan anggota kaum), sehingga tidak sah adanya seorang panghulu bila tidak berdasarkan kesepakatan anggota kaumnya, hal ini tampak dari ungkapan filosofi adat cara berdirinya panghulu:
” Badiri Panghulu Sapokad Kaum
Badiri Adat Sapokad Nagari
Nak rajo Maisi Ka Alam
Nak Panghulu Maisi Kanagari ”.
Artinya untuk dapat melahirkan seorang pemimpin di Minangkabau yang disebut dengan Panghulu harus melalui adanya kesepakatan kaum, yang kemudian dilengkapi dengan segala persyaratan dan rukun yang dirumuskan oleh para pemangku adat yang ada dalam lingkungan nagari tersebut, ” adat diisi limbago dituang”, demikian suatu ungkapan filosofi adat yang mengharuskan bahwa untuk kesempurnaan pengangkatan seorang pemimpin itu ada aturan adatnya yang akan dilaksanakan dan menempuh limbago-limbago yang digariskan menurut adat dalam salingka nagari, yang sekaligus merupakan tempat tumbuhnya perjalanan adat dalam nagari yang bersangkutan.
Sebutan Niniak Mamak yang mengandung makna pemimpin di Minangkabau memiliki arti khusus dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu sesuai dengan namanya (sebutannya). Panghulu adalah merupakan pemimpin yang jelas disebut dengan Niniak Mamak, karena dalam diri seorang panghulu terdapat tugas pemimpin dalam arti luas yaitu memimpin anggota kaumnya keluar dan kedalam dalam berbagai segi kehidupan. Banyaknya tugas-tugas yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin di Minangkabu melahirkan berbagai sebutan Niniak Mamak.
2. NINIAK MAMAK
Adanya sebutan niniak mamak adalah merupakan lambang kebesaran bagi seseorang dalam melaksanakan tugas tertentu di Minangkabau, sehingga terlihat bahwa tugas-tugas itu akan menunjukan bahwa seseorang memiliki pengaruh terhadap kaumnya dan memiliki ilmu keahlian dan keterampilan yang dipercaya oleh kaumnya dalam memikul suatu urusan dan merupakan suatu lambang dan kebanggaan bagi orang Minangkabau dalam memimpin kaum koto dan nagari.
Ada beberapa sebutan niniak mamak secara adat yang kita klasifikasikan lahir dari keberadaan seorang Panghulu.
1. Niniak Mamak Kepala Waris
2. Niniak Mamak Kepala Kaum
3. Niniak Mamak Kepala Adat.
Niniak mamak kepala waris adalah seorang pemimpin dalam suatu kaum yang mengurus/memimpin tentang harta pusako tinggi dari kaum tersebut, bila salah seorang dari anggota kaum itu meninggal dan dia meninggalkan harta pusako tinggi. Untuk menjaga harta pusako tinggi tersebut kepada siapa diberikan atau diperuntukan secara adat dalam musyawarah dipimpin oleh niniak mamak kepala waris. Jadi bukan berarti niniak mamak kepala warislah yang menguasai harta pusako tinggi, melainkan niniak mamak kepala waris memimpin, memelihara dan mempertanggung jawabkan harta pusako tinggi supaya dapat diolah dan dimamfaatkan oleh dan untuk kaumnya. Dalam adat di Minangkabau yang menjadi niniak mamak kepala waris adalah laki-laki tertua seperingkat mamak. Maka laki-laki tertua seperingkat mamak itulah yang menjadi pemimpin terhadap urusan harta pusako tinggi, dengan tidak mengabaikan keberadaan Panghulu kaumnya, dengan arti kata panghulu kaum tersebut harus dibawa serta ikut dalam memimpin pemamfaatan harta pusako tinggi.
Niniak mamak kepala kaum adalah seorang pemimpin dalam suatu kaum yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan anggota kaum, inilah yang disebut dengan Panghulu, yang bertanggung jawab untuk mengurus anggota kaumnya dalam nagari. Baik dan buruknya anggota suatu kaum, maju dan mundurnya, salah dan benarnya tingkah laku dari anggota kaum adalah merupakan urusan dari niniak mamak kepala kaum yang dikenal dengan sebutan Panghulu dan diberi gelar dengan sebutan Datuak (Dt).
Niniak mamak kepala adat adalah pemimpin dibidang adat, yang disebut dengan Tungganai, Panghulu, Kaampek Suku, dan Pucuak Adat. Jabatan seorang pemimpim adat yang mengepalai suatu pelaksanaan aturan dan nilai-nilai adat istiadat dalam suatu kaum rumah gadang disebut dengan Mamak Tungganai, pemimpin adat suatu kaum dalam suku disebut dengan Panghulu, pemimpin adat suatu Pasukuan disebut dengan Panghulu Kaampek Suku, dan pemimpin adat suatu koto maupun Nagari yang memiliki Balai Balerong adat sebagai tempat perumusan , pemusyawarahan dan pelaksanaan tatanan nilai adat serta segala kebijakan dan keputusan yang akan dilakukan oleh para pemangku adat dilingkungan wilayahnya. disebut Panghulu Pucuak atau Datuak Pucuak.
Niniak mamak kepala suku adalah jabatan seorang pemimpin dalam suatu pasukuan yang dikenal dengan sebutan Ka ampek Suku atau Dt. Ka Ampek Suku. Keberadaan niniak mamak kepala suku dipilih secara adat yang berlaku salingka nagari, ada yang pemilihan kepala suku itu bersifat turunan dan ada yang kepala suku tersebut dinagari di Minangkabau dipilih berdasarkan musyawarah mufakad, hal tersebut tergantung dari cara bagaimana para pemangku adat dinagari memandang, memahami dan menghayati nilai-nilai adat itu sendiri.
Apabila panghulu itu adalah niniak mamak kepala suku maka dia memiliki tugas ganda, yang setidaknya adalah tugas sebagai kepala kaum dan tugasnya sebagai kepala suku. Dalam pasukuan yang memiliki berbagai suku-suku kecil, maka panghulu kepala sukulah (niniak mamak kepala suku) yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan aturan dan nilai-nilai adat istiadat dalam nagari yang telah dirumuskan.
Dalam melaksanakan tugasnya panghulu sebagai pemimpin memelihara harta pusako dan adatnya di Minangkabau harus mempedomani akan kebenaran, seperti ungkapan kato pusako;
” Manuruik alua nan luruih
Manampuah jalan nan pasa
Indak kuniang dek kunik
Indak lamak dek santan
Mamaliharo harato psauko
Mamaliharo kaum dan adatnya”.
Apabila demikian maka seorang panghulu benar-benar akan melahirkan fungsi yang sangat didambakan oleh adat di Minangkabau. Dimana fungsi panghulu tersebut tertuang dalam filosofi adat:
“ Panghulu nan gadang basah batuah,
Ibarat kayu gadang ditangah koto
Nan baurek limbago matan
Nan babatang sandi andiko
Nan batupang ponuah dek buek
Nan badahan cupak jo gantang
Nan barantiang barih balobeh
Nan badaun rimbun dek adat
Nan babungo mungkin jo patuik
Nan babuah kato nan bana”.
Ureknyo tampek baselo
Batangnyo tampek basanda
Dahannyo tampek bagantuang
Daunnyo tampek balinduang
Tampek balinduang kanasan
Tampek bataduah kahujanan
Iyo dek anak kamanakan.
Kapai tampek batanyo
Kapulang tampek babarito
Kusuik manyalasai
Karuah mampajinih “.
*. Urang ampek jinih: 1. Panghulu. 2. Manti. 3. Dubalang. 4. Malin
*. Jinih Nan Ampek: 1. Iman. 2. Bilal 3. Malin. 4. Kotik
4. RUMAH GADANG
Rumah Gadang adalah merupakan rumah adat Minangkabau yang memiliki fungsi yang beraneka ragam. Fungsi utama adalah sebagai tempat tinggal bagi anggota kaum dalam menjalani hidup dan kehidupannya.
Disamping itu rumah gadang memiliki fungsi antara lain:
1. Rumah Adat
2. Tempat Bermusyawarah
3. Tempat Belajar
4. Tempat Bermain.
Sejalan dengan perkembangan peradapan manusia, maka rumah tempat tinggal manusia Minangkabau itupun memiliki bentuk yang beraneka ragam dengan ciri-ciri yang melambangkan perjalanan adat istiadat anak nagari Minangkabau. Dengan sudah berkembangnya manusia dan dimulai adanya tatanan nilai adat istiadat bermasyarakat dan berkelompok dalam suatu wilayah yang disebut dengan dusun maka lahirlah rumah adat yang paling kecil yang disebut dengan Rumah Gadang Lipek Pandan.
Perkembangan manusia melahirkan suatu kehidupan masyarakat yang telah memiliki aturan dan susunan adat istiadat yang telah tersusun dalam suatu bentuk filosofi adat yang berkembang semakin banyak, dan masyarakatpun berkembang sedemikian rupa banyaknya yang dibuktikan dengan telah adanya perkumpulan atau himpunan suku-suku yang disebut dengan Pasukuan yang terdiri dari empat Pasukuan dan dari masing-masing pasukuan itu ada panghulu sebagai suatu pemimpin atau kepala suku yang disebut dengan Panghulu Kaampek Suku. Panghulu Kaampek suku itu bersama dengan panghulu lain menyusun adat istiadat dibalai balerong adat untuk mengatur kehidupan anak nagari supaya terwujud kehidupan manusia yang adil makmur tentram dan damai.
Wilayah yang telah semakin luas sejalan dengan semakin berkembangnya manusia serta memiliki tatanan nilai adat istiadat yang dipegang dan dianut oleh masyarakat, sekaligus terbentuk adanya himpunan suku-suku yang empat, maka wilayah kediaman manusia tersebut dinamakan dengan Koto. Diwilayah Koto inilah lahirnya rumah gadang adat di Minangkabau yang disebut dengan Rumah Gadang Balah Bubuang dan Rumah Gadang Gajah Maharam. Namun kebanyakan rumah gadang gajah maharam terdapat diibu nagari tiap-tiap kenagarian diwilayah Minangkabau.
1.Rumah Gadang Lipek Pandan, adalah rumah adat yang paling sederhana (kecil) dengan
ciri-cirinya;
a. Ruangnya tiga
b. Lanjarnya dua
c. Gonjongnya dua
2. Rumah Gadang Balah Bubuang, yaitu rumah adat yang besar setingkat lebih
besar dari rumah gadang lipek pandan, dengan ciri-cirinya;
a. Ruangnya empat
b. Lanjarnya tiga
c. Gonjongnya empat
3. Rumah Gadang Gajah Maharam, adalah rumah gadang yang paling besar, dengan ciri- cirinya;
a. Ruangnya minimal lima
b. Lanjarnya minimal empat
c. Gonjongnya minimal empat.
Bentuk rumah gadang adalah segi empat tapi tidak simetris melainkan mengembang keatas, tonggak bagian luar tidak lurus melainkan miring keluar. Atapnya melengkung seperti tanduk kerbau, dan bagian atap keatas meruncing disebut dengan gonjong. Lantainya tinggi lebih kurang dua meter dari tanah untuk menghindari binatang buas.
Didalam rumah gadang ada ruangan lantai yang tinggi disebelah kanan maupun sebelah kiri ini menandakan sistim Koto Piliang, dan ada lantai ruangan yang tidak tinggi yang menandakan sistim Bodi Caniago. Ruangan depan merupakan ruangan lepas, tempat pertemuan keluarga, tempat musyawarah, tempat mengkaji adat istiadat serta tempat mulainya pelaksanaan perjalanan adat istiadat nagari. Dimana ruangan depan ini dipimpin oleh Mamak Kepala Kaum (Panghulu). Sedangkan ruangan bagian belakang adalah tempat perempuan yang terdiri dari kamar-kamar tidur dihuni oleh perempuan bersama suaminya, maka disini terletaklah fungsi dan peranan Bundo Kanduang sebagai pemimpin terhadap anak-anaknya.
Filosofi adat menyatakan:
“ Rumah Gadang basandi batu, sandi banamo alua adat, tonggak banamo kasandaran, atok ijuak , dindiang baukia, gonjong ampek bintang bakilatan, tonggak gaharu, lantai cindano, tarali gadiang balariak, bubungan burak katabang, tuturan labah mangirek, gonjong robuang mambucuik, paran gamba ulanggiang, bagaluik rupo ukia cino, salo manyalo aia perak, batata dengan aia omeh, baanjuang batingka ba alun-alun, paranginan puti disanan , limpapeh rumah nan gadang”.
“Kalau dicaliah kalantainyo, ka ujuang rajo babandiang, kapangka surambi bapopek, data balantai papan, licin balantai kulik, tapatan undang sangkutan pusako, tampek maniru manuladan, mamakai raso jo pariso, manganduang malu dengan sopan”.
Dibagian muka (halaman) rumah gadang terdapat rangkiang tempat penyimpanan padi hasil panen bagi anggota kaum yang mendiami rumah gadang tersebut. Dimana rangkiang yang berada didepan rumah gadang itu ada yang besar, tinggi dan ada yang kecil dan bergonjong. Rangkiang tersebut memiliki ciri khas sesuai dengan fungsinya, sebagaimana yang terungkap dalam filosofi adat:
“ Rangkiang togak bajaja
Ditangah sitinjau lawik
Panjapuik sidagang lalu
Paninjau pincalang masuak
Dikanan si Bayau-Bayau
Lumbuang makan potang pagi
Dikiri si Tenggang Lapa
Tampek simiskin solang tinggang
Panolong urang dikampuang
Dimusim lapa gantuang tungku
Lumbuang kociak salo manyalo
Tampek manyimpan padi abuan”.
5. PASAMBAHAN.
Pasambahan adalah merupakan suatu wadah atau sarana bagi orang Minangkabau untuk menyampaikan suatu niat, atau tujuan/keinginan. Dalam pasambahan tersusun kata-kata filosofi adat yang sangat halus, sehingga mengandung makna yang luas dan dalam.
Banyaknya keinginan manusia menimbulkan beragam pula pasambahan di Minangkabau, hal itu sejalan dengan niat dan tujuan yang akan dijalani oleh manusia itu sendiri. Untuk memahami pasambahan tersebut kita akan kemukakan beberapa contoh pasambahan, diantaranya:
- pasambahan Siriah Pinang
- pasambahan Minum Makan
- pasambahan mintak turun
Pado manyatokan siriah pinang
Ma lah datuak, sungguahpun datuak surang nan taimbau, tagah dek adat baenggeran, dek limbago nan balukih, sambah tahadok ka nan banyak, salam kapado nan basamo, adopun sambah nan kaditunggangkan kapado datuak nan bak ibarat kato bida, puntiang talatak dihulu, dibawah kumpalan tali, asa mulo kato dahulu, tigo limbago nan tajadi, partamo sambah manyambah, kaduo baso jo basi, katigo sirieh jo pinang, sambah manyambah dalam adat, tali batali undang-undang, tasabuik bamuluik manih tapakai jobaso baiak, muluik manih pagaran baso, baso baik budi pikatan, di dalam cupak nan piawai banamo adat sopan santun, talayang sirieh jo pinang, tahadok kapado datuak, siriah sacabiah nak bakunyah, pinang sadidih nak bagatok, naknyo salamat samparono maklum pulang pado datuak, sakian sajo panyambahan tuak.
Jawab :
Sapanjang kato datuak itu nan kajadi sauik saponyo, sarupoiko kini nan bak papatah rundiang datuak talayang siriah jo pinang, taunjuak kapado kami, siriah sacabiak lah bakunyah pinang sadidih lah bagatok, naknyo salamat samparono, tangguangan kami nan basamo, sakian sajo nan kasaponyo tuak.
Pado manyatokan pasambahan duduak satali dengan pasambahan siriah pinang
Ma lah datuak, sungguahpun datuak surang nan taimbau, tagak dek adat jo pusako, dek barih cupak jo gantang, dek aluah nyo datuak kasamonyo, ambo mandatangkan sambah, adopun sambah nan ka ditunggangkan kapado datuak, pihak dek hari nan sahari ko, dan kato alek lah datang, limbago jamu lah tibo, kok alek lah sapanuah rumah, jamu lah sapanuah kampuang, lah panuah runggo hati mamak, santoso hati ibu jo bapak, salamat koroang jo kampuang, sanang bana hati kami, tapi samantang kok baitu, nan takilan dalam hati, nan tarigi pado mato, alah dek duduak datuak nan taselo bulek, tasimpuah kotak, tagah dek sasak jo sampik kok kurang aman santoso, kok tidak sanang sejahtera, tagak dek pintak pinto kami, diharap ampun jo karedaan, maaf dipintak pado datuak. Limbak nan dari pado itu, bak ibarat urang babida, talatak puntiang di hulu, dibawah kumpalan tali, asa mulo kato daulu tigo limbago nan tajadi, partamo sambah manyambah kaduo baso jo basi, katigo siriah jo pinang, sambah manyambah dalam adat, tali batali undang-undang, tasabuik bamuluik manih, bapakai babaso baiak, muluik manih calepong kato, baso baiak gulo di bibie, didalam cupak nan piawai, banamo adat sopan santun, talayang siriah jo pinang taunjuak kamuko datuak, kandak adat jo pusako, siriah sacabiak nak bakunyah pinang sadidih nak bagatok, naknyo salamat samparono maklum pulang pado datuak, sakian sajo panyambahan tuak.
Jawab :
Sapanjang kato datuak itu, nan kajadi sauik saponyo, nan bak ibarat urang babida, nan elok rupo dipandangi, intan jo podi basilanjaran, kilek jo camin lah mancayo, malah bak manusia iko kini, sasak tampek lapang fikiran, lah kewi juo adat kito, limbak nan dari pado itu, nan bak papatah rundiang datuak, talayang siriah jo pinang, taunjuak ka muko kami, siriah sacabiak lah bakunyah pinang sadidih lah bagatok, nak nyo salamat samparono, tangguangan kami nan basamo, sakian sajo panyambahan tuak.
Pado manyatokan pasambahan makan
Ma lah datuak, sungguahpun datuak surang nan taimbau, tagah dek imbau nan sakali, disambah lah datuak kasamonyo. Adopun sambah nan kaditunggangkan kapado datuak, pihak dek ari nan sahari ko, ditiliak ilie jo mudiak, dipandang kiri jo kanan, diliek sado nan tampak, pihak di anak kamanakan, lah sah untuk ukua, lah nyato baban babao, saketek tidak nan tingga, sa ambun tidak nan manyiso, dalam jamuan minum makan, tapi samantang kok baitu, nan bak ibarat urang babida, talatak pinggan dilapiak, sadundun galeh jo cawan, barisi aie kasamonyo, hidang juadah lah tahanta, lah tibo dimuko datuak, tariak aie basuahlah tangan, nak salamat samparono, maklum pulang kapado datuak, sakian sajo panyambahan tuak.
Jawab :
Sapanjang kato datuak itu, nan kajadi sawik saponyo dan kato sambah lah taunjuak, limbago salam lah manimpo, lah tibo di kami nan basamo, bak kato papatah jo petitih, andai di dalam adat juo, rundiang nak tibo di walaknyo, kato nak tibo di jangkonyo, sapakaik rundiang nan lah dapek, samo mamakaikan malah kito, sakian sajo kasaponyo tuak.
Pado manyatokan pasambahan minum
Ma lah datuak, sungguahpun datuak surang nan taimbau, sarapeknyolah mamak jo bapak nan sakarek kokiun ambo mamohonkan sambah. Adopun sambah nan kaditunggangkan kapado datuak, pihak dek ari nan sahari ko, nan ibarat urang babida, bajalan lambek bariak, bakaja capek dahulu, talayang sampan katangah, baalun-alun jo buih, riak mamacah kiri kanan, galombang manulak jauah, ombak mambao katapi, taantak galah ka tabiang, tibo di karang nan manonggok, tapi samantang kok baitu, barundiang sopan jo santun, bakato basandi bana, bak dulang batuduang aie, baisi kue jo talam, talatak pinggan di lapiak, baisi makanan mudo, banamo ragam bungo adat, lah tibo di muko datuak, nak nyo salamat samparono, maklum pulang pado datuak.
Jawab :
Sapanjang kato datuak itu, nan kajadi sauik saponyo, nan taunjuak ka nan banyak, tibo dimuko nan basamo, ditiliak kiri jo kanan dipandang ilie jo mudiak, dan kato lah izin dari datuak, sifatan kami mambanakan, tapi kok samantang pun bak itu, bak ibarat urang babida, bagantuang di tali taguah, samo bakamba kaduonyo, sungguahpun kami datuak suruah, datuak nak samo santap pulo, sakian sajo kasaponyo tuak.
Pado manyatokan mintak turun tanggo
Ma lah datuak, sungguahpun datuak surang nan taimbau, dek saniaik jo hakikat niniak mamak jo ibu bapak, sarato datuak ka ampek suku, limbago urek tunggang jo pucuak bulek, dalam imbauan ambo juo. Sambah disanan tatimponyo. Adopun sambah nan kaditunggangkan kapado datuak, pihak dek ari nan sahari ko, bak janyo undang jo bida, cupak jo gantang bataraju, nyato pusako kito juo, dilingkuang adat nan salapan, dikaji buek daulu, disabuik si tambo lamo, ka jadi tuah pandapatan, satinggi-tinggi malantiang, lah tibo di awang-awang, suruiknyo ka tanah juo, sahabih canggah jo rantiang, dikubak kulik jo batang, tareh pangguba lah basuo, puntiang talatak di hulu, dibawah kumpalan tali, asa mulo kato daulu, nyato limbago lah tajadi, bagantuang di tali taguah, dalil firman jo quran, adat limbago utang tumbuah, basamo kito malansuangkan. Kahandak adat jo pusako, barisan cupak jo gantang, tolok tandiang kato mufakat, tujuan bana nan lah sudah, tapajam kilek di muko, tabayang tampak di ateh, badantuang guruah di lautan, babuni di lamun ombak, nan sabanta iko kini, hati sanang bana santoso, kok tuah lah batabua ameh, dunie lah sudah dilangsuangkan, elok lah tampak dek nan banyak, bapijak di bumi langik, tampaklah cahayo nan salapan, disanan limbago nan tajadi, banamo adat cupak gantang. Sudah ditimbang dalam raik, kini lah baru dizahirkan, nyato jaleh siang bak ari, tagak badiri tiang panjang, tiang panjang si marajolelo, tampek pusako bajuntai, linggaran buek nan daulu, sinanlah adat main andai, banamo rumah jo tanggo, di dalam koroang jo kampuang, koroang kampuang barajo mamak, rumah tanggo barajo kadi, adat bapakai dalam itu, adat datuak Perpatiah Nan Sabatang, banamo adat cancang tindiah. Adat tarantang tabantang di tangah laman, tabantang pulo di tangah rumah, tapi samantang kok baitu, nan taragak kadisabuik, nan takana kadikatokan, kok tidak sampai manyampai, kok tidak sadang manyadang, abih cupak dek palilisan, kalau diulang kato sudah, kato sungguah bana dipacik, adat kito bapilin duo, kalau batinggang di nan sulik, lauik budiman kiro-kiro, cupak jo gantang bataraju, katian bana nan lah sudah, dan kato io baitu, samo manyarah pado Allah, ulasan suri nan tagantuang, isinya gantang nan tatagak, di dalam jamu marapulai, banamo arak jo iring. Arak iriang sambia bajalan, badamai sapanjang labuah, cupak lah tibo dilabuah, ditiliak tantang barih adat, io wakatu iko kini, sabab lah sudah minum jo makan, kato saukua samo panjang, rundiang sasuai lahir bathin, sapakaik kami nan basamo, mamintak kapado datuak, kato sapatah tando rela, rundiang sabuah tando izin, kato sungguah bana dibari, harapan kami nan basamo, kato nak buni pado datuak, sakian sajo panyambahan tuak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar